PRINGSEWU,iNewsPringsewu.id-Dalam arena politik, uang sering kali menjadi senjata utama bagi mereka yang haus akan kekuasaan. Namun, bagi pelaku dan penerima politik uang, kini waktunya untuk berpikir ulang.
Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 telah menetapkan sanksi pidana yang keras bagi siapa pun yang terlibat dalam praktik yang merusak integritas demokrasi ini.
Menurut Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), pelaku maupun penerima politik uang dapat dikenai hukuman berat, termasuk kurungan penjara selama tiga tahun dan denda mencapai Rp 36 juta. Ancaman ini tidak main-main, dan setiap langkah akan dipantau ketat oleh lembaga penegak hukum.
Selain itu, praktik politik uang, yang mencakup serangan fajar, secara tegas dilarang oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Umum. Pasal 187A dengan tegas menyatakan larangan terhadap pemberian dan penerimaan uang atau imbalan lainnya untuk mempengaruhi suara dalam pemilihan umum.
Tindak pidana politik uang diatur dengan rinci dalam Pasal 523 ayat (1) hingga ayat (3) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang membaginya dalam tiga kategori: saat kampanye, masa tenang, dan pemungutan suara. Tidak peduli di mana dan kapan, hukum akan mengejar siapa pun yang mencoba memanipulasi proses demokrasi untuk kepentingan pribadi.
Maka, bagi para pelaku dan penerima politik uang, pesan ini menjadi seruan keras: hentikan praktik yang merusak demokrasi. Hukum tidak akan berpihak pada mereka yang mencoba membeli suara rakyat.
Integritas dan kejujuran adalah pondasi utama bagi sebuah sistem demokratis yang sehat, dan kami bersama-sama menjaga agar fondasi tersebuttetap kokoh.
Foto Cahyo Sumawi membuat laporan ke Badan Pengawas Pemilu Kabupaten Pringsewu (20/02/2024).
Foto Caleg Partai Golkar nomor urut 1 Ahmat Muslim melaporkan Dugaan Money Politik Bawaslu Pringsewu,(20/02/2024).
Editor : Indra Siregar
Artikel Terkait